Selasa, 19 Februari 2008

Aku ingin kembali

“Aku Ingin Kembali”

Di belakang pembatas kelas, tepatnya lantai dua di depan kelas XII Ipa3, dengan melipat tanganya, Rizal melempar nanar ke lapangan sekolah yang tak begitu luas, yang saat itu terisi oleh teman-temannya yang sedang sibuk memulai pemanasan dijam olahraga. Ya…. benar, Rizal sedang izin karena sedang mengalami cidera otot, saat lomba futsal di saat classmeeting pekan lalu.

Rizal adalah siswa dengan beribu macam permasalahan, karna tak jarang ia dipanggil oleh guru BP, dengan kasus yang berbeda-beda. Bukan karena ia nakal atau bodoh, ia hanya terlalu berani. Dua hari lalu contohnya, ia dipanggil salah satu guru karena ia mengajak siswa-siswa lainya untuk memprotes masalah administrasi yang terlalu memberatkan. Bukan karena apa-apa, Rizal memang bukan anak yang mampu membayar apapun dengan uang. Ayahnya hanya pedagang perabot rumah keliling dan Ibunya telah lama pergi. Bukan malu, ia justru bangga, karna ia bisa sekolah di SMAN favorit, berteman dengan orang-orang yang selalu menyemangatinya, dan tak jarang ia memenangkan lomba futsal antar sekolah.

“Baik anak-anak..silahkan ganti baju kalian dan istirahat, jangan lupa minggu depan akan ada tes lari jarak jauh!” kata pak Toni, guru olahraga yang sedang memberikan intruksi kepada murid-murid.

“Yaaahhhhh…..”serentak anak-anak mengeluh kesal.

“Satu bulan lagi pak!, Tahun depan juga gak apa-apa….” Sahut Rio, teman Rizal yang terkenal periang dan pembuat ramai dimanapun ia berada.

“Stop,stop! Baik…nanti saya pikir-pikir lagi!”balas Guru olahraga yang cukup tinggi itu.

Setelah intruksi bubar disampaikan, mereka berhamburan kemana-mana, sebagian besar pergi ke kantin yang lumayan kosong, adapula yang ke WC. Tapi Rio,Rizki dan Wisnu kembali ke kelas XII Ipa3 untuk bertemu sahabat mereka Rizal yang sedaritadi telah jenuh dan bosan.

Setelah lama berjalan sampailah mereka didepan pintu kelas mereka yang terlihat rapuh itu.

“Zal..!?” panggil Rizki yang pertama memasuki kelas.

“Ya?”sahut Rizal.

“Hehehe… lama ya nunggunya?” balas rizki.

“Gak juga….sekalian tadi gue kerjain tugas Bu Rini.” Jelas Rizal.

“Mana,mana?? Lihat yah…..? Gue belum…”timpal Rio.

“Whuuu….” Sambar Wisnu yang sedari awal tak bicara.”Dasar males lu Ki!! Sini Zal Gue duluan yang lihat…”

“Hahahahahahaha…….”bersama-sama mereka tertawa hingga menggema di dalam kelas yang hanya mereka yang mengisi.

* * *

Rio,Rizal,Rizki dan Wisnu adalah empat dari enam tim futsal di sekolahnya. Meraka bersahabat cukup lama, hampir lima tahun sepertinya mereka mengikat tali persahabatan di antara mereka.’Kokoh’ mungkin itu istilah yang tepat untuk mereka.

Hari sabtu pukul 02:00, Rizki dan Wisnu sudah ada di kediaman Rizal yang tak jauh deri sekolahnya. Tak seperti suasana yang biasa, kini hening dan tanpa tawa tercipta disana. Pasalnya Ayah Rizal jatuh sakit, dan masih terbaring di kasur yang tak empuk lagi.

“Assalamualaikum…”salam Rio yang bergegas masuk karna kaget akan berita yang mungkin baru sampai di telinganya itu.

“Walaikumsalam…” jawab seisi rumah.

“Zal sory gue telat…gimana keadaan ayah??” Tanya Rio terengah-engah.

“Alhamdulillah baikan…tapi gue gak tahu akan kambuh lagi apa nggak..”jawab Rizal tak semangat.

“Maaf Zal, Beliau sakit apa?”Tanya Rio lagi.

“Kata Dokter kemarin apa yah…..?”jawab Rizal ragu.

“Eeeee….Liver”timpal Wisnu.

“Iya! Liver!”sambut Rizal.

“Wahhh…kok gak di rawat di rumah sakit aja? Bahaya loh…!” kata Rio.

“………………….” Suasana kembali hening.”Uang siapa Yo?”Tanya Rizal dengan nada lemas sambil menundukan kepala.

“Gue tahu kita berempat ini cuma anak orang sederhana! Tapi kan kita juga berhak bersemangat! Nggak ada istilahnya orang miskin harus selalu putus asa dan selalu sedih! Oke…sementara ayah lu baik-baik aja… tapi kalau makin parah?? Begini aja.. kita usahain supaya dapat uang darimana aja… ya,ngamen kek, gantiin ayah lu dagang juga nggak apa-apa, kalau bisa kita cari kompetisi futsal!” jelas Rio dengan harapan teman-temanya kembali bersemangat.

“Bagus tuh!! Gue mau!” sambut Rizki.

“Gue nggak tahu mau balas apa sama lu semua….” Ucap Rizal.

“Santai aja lagi Zal… lu kan sahabat kita!” balas Rizki.

* * *

Dua bulan kemudian mereka mendapati Ayah Rizal sudah sehat kembali dan beraktifitas seperti biasanya. Uang yang mereka kumpulkan dari mengamen dan ikut lomba futsal pun tak jadi terpakai dengan alasan biaya rumah sakit telah tertutupi oleh pemerintah.

Di dalam kelas Rio terkejut melihat Rizal mengeluarkan handphone dari sakunya. ”Wow.. handphone siapa Zal? Keren amat!”

“Kemarin gue baru dapet hadiah dari undian…”jawab Rizal cepat, dan langsung keluar kelas entah kemana sambil mengutak-atik handphone barunya.

Rizki yang baru datang bertanya kepada Rio.”Yo! Hp siapa tuh yang di pegang si Rizal?”

“Gak tahu tuh, katanya sih dia, baru menang undian…” jawab Rio sinis,”eh Ki! Menurut lu ada yang aneh nggak sama si Rizal belakangan ini?” tambahnya.

“Iya sih…kayaknya dia makin jauh sama kita…”ucap Rizki terpotong.

“Udahlah …mungkin tu cuma perasaan lu doang, karna dia kan lebih sering temenin ayahnya yang masih butuh perawatan.” Kata Wisnu yang memotong ucapan Rizki.

“iya juga sih…” kata Rizki.

“Tapi coba deh lu liat badannya kok tambah kurus aja yah??”Tanya Rio

“iya sih….”kata Rizki lagi

“Hmmmm…itu, kemarin-kemarin dia kena tipes…”jawab Wisnu.

“kok kita gak tahu?” Tanya Rio lagi.

“Iya…kok gak tahu?”tambah Rizki.

“yang pas liburan dua hari itu loh…mugkin dia gak mau buat kita khawatir lagi kali..” jelas Wisnu.

“Gue tetap ngerasa ada yang nggak beres nih Ki…!”kata Rio kepada Rizki sesaat setelah Wisnu keluar kelas.

“Iya juga sih…”ucap Rizki.

“Ihh..kok Cuma itu doank yang lu omongin?”bentak Rio kesal.

‘Iya juga sih…..Eh!? hehe… maaf!” kata Rizki dengan terkaget.

“Udahlah..kita ke kantin aja.. laper nih..” ajak Rio.

* * *

Usai bel panjang yang menandakan habisnya jam terakhir terdengar, seperti biasa, empat anak manusia itu selalu singgah di warung pak Warno di gang sebelah sekolahnya itu.

Panas sekali hari itu, sampai-sampai Rizki mencopot seragamnya karna kepanasan dan hanya meninggalkan kaus singlet yang lumayan bersih.”Uhh…neraka lagi mampir nih!”ujar Rizki sambil mengipas-ngipaskan buku ke dadanya.

“Eh, Gue sama Rizal mau pergi dulu ya…ada urusan sebentar sory ya duluan!” kata Wisnu yang tiba-tiba pergi seperti biasa.

“hah? Kemana?” Tanya Rio kaget yang tak di gubris sama sekali oleh mereka berdua. Dan suasana kembali hening, didalam benak Rio dan Rizki penuh dengan beribu tanda tanya yang yang haus akan penjelasan.

“Bener kata lu yo! Kayaknya memang ada sesuatu diantara mereka berdua…” kata Rizki.

“udah ah… Gue capek berprasangka buruk lagi, biarin aja lah., yang penting kita harus percaya sama sahabat kita sendiri, ya toh?” balas Rio.

“iya juga sih, tapi gue tetap ada perasaan yang menjanggal sama mereka..” kata Rizki.

“Anggap aja itu cuma perasaan lu doaing, sekalipun nanti terjadi sesuatu sama mereka, kita yang harus pertama tahu! Eh pulang yuk… laper nih!” balas Rio dengan senyuman yang menyejukan.

“Sip!”tegas Rizki, sambil mengenakan seragam tadi, yang sudah semakin kekecilan itu.

* * *

Lusanya, Rio dan Wisnu yang sudah di depan gerbang sekolah itu, terlihat sangat terburu-buru, bukan karna berita menyenangkan. Tapi kali ini Ayah Rizal harus dilarikan ke rumah sakit karna Liver yang semakin parah.

Sesampainya di kamar dimana Ayah Rizal terbaring lemas. Rio dan Wisnu hanya bisa diam dan mengelus pundak Rizal yang tak henti-hentinya menyapu air mata walau tak di iringi oleh tangisan.

“yo, Rizki mana?” Tanya Rizal, dengan harap memecah haru.

“Dia cuma titip salam dan doa semoga lekas sembuh, cuma itu katanya… dia juga bilang maaf karna dia sedang menghadiri acara keluarganya yang wajib dia ikuti!” jawab Rizki.

“oh..”kata Rizal singkat.

“Ehm.. Zal,,massalah pembayaran sudah tuntas?” Tanya Wisnu ragu.

“Alhamdulillah.. untuk sekarang dan kedepan bisa kebantu sama tabungan gue and uang kita yang dulu pernah kita kmpulin.” Jawab Rizal.”tapi..”

“ tapi apa Zal??” Tanya Rio yang kaget darimana Rizal punya tabungan yang banyak untuk melunasi biaya rumah sakit yang tak kecil itu.

“ Uang itu cuma bisa bayar tiga hari rawat inap… dan kata dokter, pasien harus di rawat minimal satu minggu..”jelasnya dengan nada lirih.

“gue akan bantu semampu dan sekuat gue!!” kata rio bersemangat. Dan di sambut oleh lainya.

* * *

Seminggu telah berlalu, empat sahabat itu semakin disibukan oleh biaya rumah sakit yang telah menunggak selama 4 hari. Ujian akhir sekolah pun tinggal 2 minggu lagi. Sangat besar cobaan yang mereka hadapi, tapi tak sedikitpun hal itu mengendurkan tali yang telah lama mereka simpulkan, yang mereka sebut dengan ‘persahabatan’.

Di hari minggu, Rio dan Rizki sedang duduk santai di warung rokok sambil menghitung uang receh yang tak seberapa banyak dari hasil mengamen hari itu.

“Dapet berapa Yo??’ tanya rizki.

“Cuma 11500 ki...” jawabnya dengan nada mengeluh.

“Gak apa-apa lagi....yang penting kan hari ini kita dapet uang. Bang! Es teh satu!” balas Rizki sambil memesan Es teh ke pedagang yang sedang asyik mengepul rokok di dalam warung itu. Sedang rio, hanya terpaku pada uang yang di hitungnya berulang-ulang kali.

Tak disangka hujan turun lumayan lebat. Spontan saja dua remaja itu berlari mencari tempat yang dapat menjadi teduhan mereka. Tak jauh dari mereka ada pos polisi tak begitu besar, tanpa pikir panjang langsung saja mereka kesana.

”permisi pak, kami numpang berteduh...”kata Rio kepada satu orang polisi yang duduk santai sambil memutar-mutar volume radionya. Sedang Rizki hanya sibuk dengan Es teh nya yang masih terisi penuh tanpa menghiraukan bajunya yang basah kuyub.

”Ohh...boleh, jangan diluar! Masuk sini, nanti kedinginan!” jawab pak polisi dengan ramah. Dan mereka berduapun masuk bergiliran lalu duduk di kursi plastik sambil mengelap badan mereka dengan saputangan milik Rio.

Hujan mulai mereda dan hanya meninggalkan jejak rintik-rintik kecil di tanah, membawa suasana kembali tenang.

”kalian dari mana dan mau kemana?” tanya pak polisi.

”kami habis mengamen pak..” jawab Rio.

”ngamen? Kalian nggak sekolah?” tanyanya lagi.

”sekolah.. tapi kami sedang butuh uang pak..” jawab Rizki kali ini mendahului.

“oohh...buat apa memangnya??” tanyanya.

Tak sempat terjawab, telepon polisi itu tiba-tiba berbunyi dan segera diangkatnya. Setelah beberapa lama berdialog, Ia datang menghampiri mereka berdua.”berusan terjadi penangkapan dan saya dipanggil kekantor, kalau ingin pulang tunggu hujan benar-benar reda yah...”katanya.

”Siap Pak!”kata Rizki semangat.”yo.. nonton yuk..!” tambahnya.

”ehh...nonton? tapi sebentar aja ya! Apa kami boleh kesana pak??” tanya Rio.

”hmmm...tapi jangan bikin ulah yah...” katanya

”siip!” kata Rizki sambil tersenyum.

Terdengar suara mobil datang dan benar saja beberapa orang diturunkan dari mobil patroli ke dalam kantor yang hanya beberapa langkah dari pos tersubeut. Mereka bertiga pun berjalan dan memasuki kamar introgasi. Tanpa berkata apa-apa Rio dan Rizki ternganga melihat siapa yang terborgol dan dodok di kursi panjang.

”Wisnu??!” kata Rio pelan seraya ragu.

”kok bisa?” ucap Rizki.

”............” wisnu hanya diam

”Wisnu????!!!!!” bentak Rio.

”Maaf Yo...” jawabnya.

”kenapa lu sampai di tangkep??” tanya Rizki.

”Gue........ udah 5 bulan ini jadi pengedar....” jawab Wahyu yang tak bisa menyembunyikan malunya.

”Pengedar?” kata rio sambil menahan nafas dan menatap tajam ke wajah wahyu.”tadi katanya lu lagi sama Rizal???” tambahnya.

”iya tadinya... dia...... ada.... di kamar sebelah....” jelas Wahyu dengan terbata-bata sambil menangis kecil. Bergegas mereka berdua berlari dan memasuki kamar yang di tunjuk. Didapatinya sesosok pria sedang terkapar dengan lubang di dadanya yang terus mengeluarkan darah segar. Didekatinya, dan di telitinya wajahnya... tak salah lagi itu Rizal, ternyata Ia tertembak oleh peluru polisi saat melarikan diri. Sontak saja airmata mereka tak terbendung. Rizki melelehkan air mata, lalu keluar sambil berlari tanpa tahu ingin kemana ia. Sedang Rio masih menangisi dan memeluk tubuh tanpa nyawa itu. Terdengar dari luar Wahyu menangis kencang.

Diteliti jasad itu oleh Rio, dan didapatinya secarik kertas yang di buat bulatan dan sudah tak jelas bentuknya sedang di genggam oleh Rizal. Diambilnya dan masukan kertas itu ke dalam saku bajunya.

Setelah keluar dari ruangan itu ia kembali kepada Wisnu dan,

”PRAKK!!” keras suara tamparan Rio kapada Wisnu.”Gue udah tau pasti ada yang lu berdua sembunyiin!! Cepet jelasin!”

”Dengan nafas tertahan-tahan karna tangis, Wisnu mulai menjelaskan semua yang sebenarnya terjadi. Ternyata Wisnu mengajak Rizal untuk menjadi pengedar dan juga pemakai... hanya karna ingin mendapat uang yang mampu melunasi biaya rumah sakit ayahnya. Itu juga sebabnya kenapa ayahnya dapat sembuh tempolalu dan perihal handphone itu. Wahyu mengaku menyesal akan semua tindakan bodohnya yang sudah merenggut nyawa sahabatnya itu.

* * *

Satu pekan berselang, Rio mendengar kabar bahwa ayah Rizal telah meninggal dunia karna tak ada lagi yang merawatnya dengan alasan biaya. Rizki pun sudah tak pernah bicara dengannya. Begitulah empat sahabat ini berpisah, hanya karna narkoba.

Di warung Pak warno, Rio duduk di temani oleh air mineral di sampingnya. Dia datang membawa kertas yang dulu pernah di ambilnya dari tangan Rizal. Dirapihkanya, dibukanya, dan dibaca olehnya. Air matanya tiba-tiba mengalir, karna isi kertas itu adalah,

”RIZKI---WAHYU---RIO---RIZAL”

”SAHABAT”

Tidak ada komentar: