Selasa, 19 Februari 2008

Aku telah memilih

Terlihat di belakang jendela kayu yang terbuka penuh, sesosok wajah muram, dari satu orang pria yang sudah lama terpisah oleh semangat. Matanya menatap keluar, ke taman hijau yang terisi oleh ranting-ranting kosang dan di temani beringin tua lumayan lebat yang di balik daunnya terselip cahaya matahari yang mulai meninggi. Matanya terperangah melihat kebebasan. Di bangku rotan ia duduk, di dalam bilik yang terisi dua orang ia tinggal, dan di rumah rehabilitasi pecandu narkoba milik salah satu LSM ternama ia habiskan hidupnya. Jauh dari keramaian, dan bersahabat dengan kesendirian, berkawan dengan beribu harapan agar ia dapat merasakan arti kehidupan yang lama ia tinggalkan.

* * *

“Arif, Rendi, Patih!!, jangan berisik! Kerjakan tugas kalian!!”bentak bu Rara saat mengajar di kelas 3 IPA C, di SMAN78 Jakarta pusat.

“Iya Bu…..”Kata Rendi tertunduk”Yesss!” Ucap patih lirih, setelah bel terakhir berbunyi keras. Serentak seisi kelas mulai membenahi buku-bukunya ke dalam tas.

“kalian boleh pulang, dan besok tugas itu sudah ada di meja Ibu! Mengerti?!” jelas Guru Sejarah yang terkenal akan kedisiplinanya.

“Mengerti Bu….” Seisi kelas menyahut.

Rif, gue mau duluan, nanti tunggu gue di tempat biasa.” Kata Patih seraya merangkulkan tas selempangannya di pundak, dan segera pergi sesaat setelah Bu Rara keluar kelas.

“kemana sih dia?” tanya Rendi ke Arif.

“ Gak tahu…biarin aja, paling ketemu si Wulan” jawabnya

“ahh, bukanya udah putus Rif…?” tanyanya lagi

“emang gue pikirin!” jawab Arif nyeleneh.” Cepat donk! Lama amat sih…nanti tempatnya penuh!”tambahnya saat Rendi masih sibuk menata buku dan tugas yang belum juga selesai.

Setelah Rendi selesai dengan semua itu, bergegas mereka menuruni tangga kelas dan menuju gerbang yang terbuka lebar bagi para siswa. “eh lu udah baca buku Harry Porter yang terakhir belum??” tanya Arif ke Rendi yang sedang menalikan sepatunya di depan gerbang.

“belum!” jawabnya singkat.

“oh, iya di internet aja.. kita sekarang ke internet yuk!” ajak Arif saat mereka mulai berjalan.

kan kita mau ke tongkrongan, si Patih kan nunggu kita disana.”jelasnya sedikit kesal.

“oh iya.. yaudah kapan-kapan aja ke internetnya!”kata Arif.

Lama mereka berjalan yang melewati gang demi gang, menuju kafe mini di dekat rumah Patih. Berselang dua gang lagi, sebelum mereka sampai, Rendi dan Arif mempergoki Patih sedang keluar dari salah satu Rumah dan membawa bungkusan plastik hitam yang segera di masukan dalam tasnya. Nampaknya Ia tak melihat kedua temanya itu yang sedang melihat di balik pohon cemara yang tak cukup lebat.

“Itu Patih apa bukan Rif?” tanya Rendi yang memang memakai kacamata.

“Bener! Gue yakin itu bener-bener Patih” jawabnya

“tapi dia punya keperluan apa di rumah itu?” tanya rendi lagi.

“gak tahu tuh…padahal kan itu rumah kosong.” jawab Arif singkat.

“udahlah… kita kaya film india aja, umpet-umpetan di balik pohon..”balas Rendi sambil meneruskan perjalanan yang tadi sempat terputus.

Sesampainya di kafe yang diberi nama Zero itu, Rendi dan Arif mendapati Patih sudah berada di salah satu meja dan ditemani oleh segalas Es the manis di depanya.

“kok udah disini Tih? Darimana tadi?” tanya Arif sinis.

“dari awal juga gue disini.” Jawabnya sambil melengos ke arah lain.

“Tadi gue sama Rendi liat lu keluar dari rumah trus bawa bungkusan warna hitam, rumah itu kan nggak ada penghuninya!?”kata Arif mulai curiga atas tingkah laku temanya yang makin aneh saja.

“iya! Trus, apa hubunganya sama lu? Jawab Patih lumayan keras.

“gue Cuma mau tahu kok!!” kata Arif sambil mengambil sebatang rokok dari tasnya dan mulai menyalakanya.

“Terserah!” katanya singkat.

“udah lah yang penting kan kita kita sekarang disini!” potong Rendi berharap memecah ketegangan sambil duduk di salah satu kursi yang kosong.” Duduk Rif jangan berdiri terus, gak pegel?” tambahnya.

“Mas Es the manis dua yah!” Kata Patih dangan lantang memesan untuk Arif dan Rendi.

Selang babarapa tegukan dan sedikit guyonan khas remaja terlewati, Patih mengeluarkan bungkusan hitam yang tadi sempat di perdebatkan.” Eh.. lu berdua mau tahu apa isi bungkusan ini.?”ucap Patih sambil meoerlihatkan bungkusan yang tak seberapa besar ke arah mereka.

“Emangnya apa sih?” Tanya Arif Penasaran.

“ kalau mau tahu, ayo ke rumah gue!” ajaknya sambil bediri dan membayar semua minuman itu.

* * *

Rumah Patih hanya babarapa langkah dari kafe itu, setelah sampai ternyata rumah itu kosong tanpa penghuni, karna keluarga Pitih sedang pergi untuk memenuhi undangan pernikahan saudaranya. Tanpa ragu dan malu langsung saja mereka mengisi kamar yang bercat biru milik Patih, yang cukup besar untuk mereka bertiga.

“Ren! Mau minum apa?” tanya Patih yang selesai mengganti seragamnya dengan kaos oblong favoritnya.”Ren!!” bentaknya karna tak juga di gubris oleh Rendi.

“Terserah!!” jawabnya santai, karna sedang sibuk mengutak-atik komputer didepanya.

“lu Rif?”tanyanya

“sama” jawab Arif pelan karna mulai lelah dan mencoba untuk bebrbaring di kasur yang sangat empuk.

Setelah makan dan minum sekedarnya. Patih mengambil lagi bungkusan hitam itu dari dalam tas dan ditaruhnya di atas lantai, di tengah-tengah mereka. Tanpa suara, mata mereka tertuju pada benda itu.

“lu berdua mau tahu gak, kenapa gua bisa dapet ranking 1 dikelas semester kemarin?” tanya Patih membuka percakapan.

“Nggak!” jawab mereka berbarengan

“Rahasianya ada di bungkusan itu!” balasnya sambil menunjuk ke arah benda itu.

Diambil dan di bukanya oleh arif yang sedari tadi penasaran,”ini botol-botol apa? Terus ini apa?” tanyanya kebingungan dan semakin penasaran.

“itu yang orang sebut putaw atau heroin!” jawab patih singkat, tapi sontak saja kedua remaja belia itu terdiam dan Arif menaruh kembali benda haram itu dengan tangan gemetar.

“dengan ini gue punya semangat, gue lebih berani. Gue juga bisa lebih dari yang biasanya, nggak kaya dulu yang cupu dan nggak populer!!”jelasnya penuh gairah dan bangga.

“masa sih?”tanya Rendi penasaran, sedang Arif masih menatap tajam pada benda yang orang sebut sebagai barang haram itu.”kan itu bahaya, lu nggak takut ketangkep?” tambah Rendi lagi.

“lu lihat gue pernah ngeluh apa nggak? Gue masih seger buger kan?” jawabnya bangga.

“Tapi bener nggak ada efek candu?” tanya Arif yang mulai berbicara.

“ yahh… candu itu wajar, namanya juga narkoba, orang aja mati kalau nggak di kasih makan.” Balasnya lagi

“Iya juga sih..” kata Rendi pelan

“sini gue praktekin!” kata Patih sambil menata dan mepraktekan cara pemakaianya. Dengan mata menyimpan banyak tanya, Rendi dan Arif mulai timbul rasa ingin tahu bagaimana rasanya jika menggunakan benda itu. Dan tanpa ia sadari, Rendi pun mencoba bergantian dengan Patih. Tapi Arif tetap tak mau mencobanya karna ketakutan masih merajainya sedariawal.

“Rif.. coba deh, lu mau lulus ujian kan? Lu mau jadi orang yang lebih berani lagi kan?” kata Patih membujuk-bujuk agar dapat mengikutinya. Spontan saja ia mengikuti rayuan setan itu. Dan mereka tanpa sadar telah memulai awal dari kehancuran bagi mereka sendiri.

* * *

“Bhuuk…Bhuuk….Bhuuk…!!” suara pintu terdengar keras sedang tergedor dari arah WC pria di kamar paling ujung terdengar pula langkah kaki Arif yang berlari di koridor kelas menuju WC itu. Sesampainya di sana, ia mendapati, Pak Roni dan siswa-siswa lainya sudah memenuhi daerah terujung itu.

“Patih!! Cepat buka pintunya! Nanti saya skors kamu karna bolos di jam pelajaran saya!!”bentak Pak Roni, wali kelas dari 3IPA C.

“maaf Pak, dia masih gak mau keluar juga?” tanya Arif yang baru datang kepada guru yang mengajar Kimia itu.

“begitulah!” jawabnya

“Tunggu Pak! Izinkan saya bicara sama dia…” kata Arif agak memohon.

“Baik!” jawabnya lagi

“Patif.. ini gue Ari, keluar yah.. disini udah sepi kok!” katanya agak lantang saat yang lain tiba-tiba sunyi. Tapi tak ada tanggapan apapun yang terdengar dari WC yang terkunci rapat itu.

“kita dobrak!! Satu…dua..tiga..!!” Kata pak Roni sambil menhitung, dan “BRAAAK!!” keras suara pintu itu tebanting. Dan dari dalam terlihat patih sudah lemas terkapar tak bergerak dengan alat penghisap putaw di lantai dan dengan muka pucat ia terbaring disana.

“kamu angkat kakinya dan saya badanya!!” cepat respon Pak Roni mengangkat Patih yang tak begitu berat. Di bawanya ke mobil salah satu guru yang cukup luang untuk beberapa orang. Dibawalah ia ke rumah sakit yang tak begitu jauh dari sekolah itu.

Patih pun dirawat inap selama lima hari dan dalam kondisi yang masih belum juga baik, ia mendapat surat pengeluaran dari sekolahnya itu sebagai siswa. Ia pun menangis dalam keadaan masih lemah.dan mencoba untuk menerima semua buah dari perbuatanya dahulu.

* * *

Patih bangun dari kursi kayu yang mulai panas di dudukinya dari awal. Ia bejalan perahan memasuki ruang utama dan menuju tempat pembagian obat bagi para pasien rehab, diambilnya, di bawa dan di minumnya setelah duduk di bangku teras depan sambil memunim air putih yang telah di sediakan. Ia tatap lagi taman itu, kali ini lumayan dekat. Penuh rumput hijau dan dedaunan kering yang jatuh di atasnya. Ia berdialog dengan alam ditemani oleh kopi hangat di meja kirinya. Dengan wajah penuh harap, ia kembalikan ingatanya saat-saat bersama dengan kedua temanya yang belum juga ingin mengakhiri derita dari obat adictif itu. Tapi sayang mereka sudah lama tak pernah mengunjungi Patih lagi dari 4 bulan lalu.

“Patih… mau baca koran? Kok dari awal kamu diam saja..” sapa pak Marno kepala rumah Rehab sambil menaruh koran hari itu di samping kopi tadi.

“Iya pak boleh…” jawabnya sangat ramah.

“kamu jadi ikut ujian Paket C bulan depan?” tanya Pak Warno ramah.

“Insya Allah Pak.. saya akan berusaha!” jawabnya setelah mengambil koran tadi.

“Bapak seratus persen dukung kamu” balasnya.”bapak masuk dulu ya!”tambahnya lagi.

“ya.. silahkan Pak!” ucap Patih saat mulai membuka halaman depan koran itu. Di lebarkanya, di lihatnya gambar dari berita utama, yang terampang jelas telah terjadi tindak kriminal disana. Tanpa sadar air mata Patih mulai mengalir, saat mulai membaca bahwa telah tertangkap dua orang sindikat pemakai sekaligus pengedar narkoba yang semakin meresahkan masyarakat, mereka tertangkap saat berpesta narkoba di dalam hotel dan sedang dalam keadaan mabuk. Satu orang tewas di rumahsakit karna overdosis dan satu pria telah dipenjara tanpa perlawanan. Dan saat ia baca bagian akhir berita ia menangis kencang karna ke dua orang itu berinisial RD dan AR, yang tidak lain adalah Rendi dan Arif.

Tidak ada komentar: